Kumpulan Puisi Chairil Anwar


Kumpulan Puisi Chairil Anwar. Chairil Anwar born at Medan, 26 July 1922 or known as "Si Binatang Jalang" (in his book "Aku") is the best Indonesian poeters. With Asrul Sani and Rivai Apin, he raised by H.B. Jassin as pioner "Angkatan '45" and Indonesian modern poetry.



PRAJURIT JAGA MALAM

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?

Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu......
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !

(1948)

Siasat,
Th III, No. 96
1949




MALAM


Mulai kelam

belum buntu malam
kami masih berjaga
--Thermopylae?-
- jagal tidak dikenal ? -
tapi nanti
sebelum siang membentang
kami sudah tenggelam hilang

Zaman Baru,

No. 11-12
20-30 Agustus 1957



KRAWANG-BEKASI


Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi

tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi

Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa

Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan

Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan

atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi

Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami

Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat

Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami

yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

(1948)

Brawidjaja,
Jilid 7, No 16,
1957


DIPONEGORO


Di masa pembangunan ini

tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti

Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU


Ini barisan tak bergenderang-berpalu

Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti

Sudah itu mati.

MAJU


Bagimu Negeri

Menyediakan api.

Punah di atas menghamba

Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai



Maju

Serbu
Serang
Terjang

(Februari 1943)

Budaya,
Th III, No. 8
Agustus 1954



PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO


Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji

Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
dipanggang diatas apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut

Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat

Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh

(1948)


Liberty,

Jilid 7, No 297,
1954

AKU

Kalau sampai waktuku

'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu


Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli


Aku mau hidup seribu tahun lagi




PENERIMAAN


Kalau kau mau kuterima kau kembali

Dengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri


Kutahu kau bukan yang dulu lagi

Bak kembang sari sudah terbagi

Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani


Kalau kau mau kuterima kembali

Untukku sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.


Maret 1943



HAMPA


kepada sri


Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.

Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.


DOA


kepada pemeluk teguh


Tuhanku

Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu

Biar susah sungguh

mengingat Kau penuh seluruh

cayaMu panas suci

tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku


aku hilang bentuk

remuk

Tuhanku


aku mengembara di negeri asing


Tuhanku

di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling

SAJAK PUTIH

Bersandar pada tari warna pelangi

Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba

Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka

Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah...

SENJA DI PELABUHAN KECIL

buat: Sri Ajati

Ini kali tidak ada yang mencari cinta

di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang

menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan

menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

1946

CINTAKU JAUH DI PULAU

Cintaku jauh di pulau,

gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar,

di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.

Di air yang tenang, di angin mendayu,

di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"

Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!

Perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau,

kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.

1946


MALAM DI PEGUNUNGAN


Aku berpikir: Bulan inikah yang membikin dingin,

Jadi pucat rumah dan kaku pohonan?
Sekali ini aku terlalu sangat dapat jawab kepingin:
Eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan!

1947

YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS

kelam dan angin lalu mempesiang diriku,

menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu

di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin


aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang

dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang

tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku


1949
DERAI DERAI CEMARA

cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini

hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah

1949 
Alamat lain yang bisa anda anda lihat :
Judul
Pengarang
Aku
Chairil Anwar
Chairil Anwar
Chairil Anwar
Chairil Anwar
Doa
Chairil Anwar
Chairil Anwar
Chairil Anwar
Chairil Anwar
Chairil Anwar
Chairil Anwar
Chairil Anwar
Chairil Anwar
Chairil Anwar
Chairil Anwar
Chairil Anwar
 Kumpulan Puisi Chairil Anwar.

Comments

Popular posts from this blog

Setting Mozila Agar lebih Cepat.

Ada Yang Lucu!!